Banyuwangi Part 1: Dimulai dari 13 Jam Perjalanan : blogger viral : blogger viral



"If travel teaches us how to see, how come every time all i see is you?"

- Antologi Rasa, halaman 63.

Ketika membaca kalimat itu, satu hal yang saya pertanyakan adalah; Apakah melakukan perjalanan bisa bikin saya beneran melihat banyak hal selain dia yang membuat galau, rumput tetangga yang tampak lebih hijau, target menikah, dan perkara-perkara wanita umur 25 tahun?

Saya penasaran.

Saya jarang melakukan perjalanan jauh beberapa tahun terakhir. Paling-paling cuma sekitaran Jawa Tengah aja. Mentok-mentok ke Jakarta atau karena ada outing kantor jadi ke Bandung.


Aneh emang. Dulu waktu kuliah yang notabene uang masih minta orangtua, kerjaan saya malah ngeluyur ke mana-mana. Bahkan saya pernah nukerin uang tabungan berupa koin 500 yang ditotal dapet senilai Rp200.000 buat tambahan modal trip ke Bromo. Tapi begitu kerja, malah nggak pernah ke mana-mana.



Napas sebentar, apa sih yang dikejar?

(Mencoba ala-ala NKCTHI)

WKWKWKWKW NGGAK COCOK SAMA KELAKUAN.

Sebenernya nih, selama dua bulan terakhir saya lagi uring-uringan. Ini wajar terjadi lah, di umur segini.

WAH ANJAY TEMEN-TEMEN DAH PADA NIKAH.

KOK KAYANYA TEMEN-TEMEN HAPPY BANGET JALAN-JALAN.

SEMENTARA SAYA.... SEMENTARA SAYA.... CENGANGAS CENGENGES AJA SAMBIL JOGET-JOGET. BELUM KEPIKIRAN SOAL NIKAH PULA.

Ya sebenernya sih saya penganut 'Everyone has their own time zone. Don't mess up my tempo deh!'. Cuma karena emang udah 'dianggap masuk umurnya menikah', saya lagi males aja sama pemikiran orang-orang tentang kapan saya akan menikah.

Ya gimana lagi kalau belum siap mental, belum ada modal, dan paling penting belum ketemu orang yang tepat?!?!?

MONMAAP APAQA YANG MEMBERI PERTANYAAN MO TANGGUNG JAWAB SAMA PERNIKAHAN SAYA KELAK? KAN TIDAK.

Sementara orang-orang di luar sana ribut-ribut ngurusin pernikahan saya, i still fall in love with people i can't have.

HIYA HIYA HIYA.

Tapi parahnya, dari sekian banyak orang yang mengajukan pertanyaan tentang "Kok kamu belum ini kamu kok belum itu?", justru pertanyaan yang paling menohok datang dari diri sendiri. Gara-gara panik liat that 'rumput tetangga'. Ini tuh udah tahap nggak bisa lagi pakai lirik lagu, "Kuat dilakoni yen nggak kuat ditinggal ngopi".

Saya udah ngopi dua kali sehari tapi tetep ra kuat bosqu.

SETAN EMANG TU PIKIRAN-PIKIRAN KAYA GITU.

Makanya saya pengen melakukan perjalanan jauh supaya bisa melihat banyak hal lainnya untuk melupakan semua pikiran busuk atau untuk kabur sebentar. Sebuah perjalanan yang kemudian saya sebut 'Perjalanan menyembuhkan luka'.

SADISSSS. PUITIS ABIS.

Jadi semacam perjalanan menyembuhkan luka dari pertanyaan orang-orang tentang apa yang harusnya udah terjadi sama hidup saya.

EH EH, ngomong-ngomong saya nulis soal luka-luka ini pada percaya apa nggak sih kalau saya galau.

WKWKWKWKWKWK.

Kebetulan saya, Difara, dan Rosi yang adalah dua teman KKN punya wacana jauh-jauh hari: Ke Banyuwangi!

"HAH? KAMU MASIH KONTAK SAMA TEMEN-TEMEN KKN?"

Begitu reaksi 53728265638 teman tiap kali nanya saya nge-trip sama siapa.

Wacana nge-trip ke Banyuwangi ini sebenernya bermula dari komen-komenan di Instagram. Jadi tahun lalu Difara udah ke sana tapi belum dapet blue fire yang bikin dia pengen balik lagi. Saya sama Rosi yang saat itu komen langsung bilang pengen diajak. Dan Difara beneran ngajak saya dan Rosi. Bulan Februari dia udah bikinin grup Whatsapp dan kami mulai bahas-bahas trip ini. Sebenernya sih Difara yang aktif ya, dia bener-bener mikirin itinerary sampai pengeluaran. Huhuhu apalah saya dan Rosi tanpa Difara.


Itinerary dan pengeluaran perjalanan ke Banyuwangi, klik di sini.

Padahal nih, sebenernya saya pasrah banget ketika beli tiket kereta api Sri Tanjung seharga Rp188.000 buat PP. Soalnya saya belum pernah ambil libur selama empat hari, baik di kantor sekarang atau kantor sebelumnya kecuali waktu ada urusan keluarga. Jadi ketika pahit-pahitnya nggak bisa libur ya udah mau gimana lagi.

Barulah satu bulan sebelum keberangkatan saya fokus memandangi jadwal shift dan tanggal pengganti libur sambil berpikir keras. Saya butuh libur selama empat hari.

Kebetulan di minggu itu saya bisa ambil libur tanggal merah dan ada jatah libur reguler dua hari. Sisanya saya ambil jatah libur pengganti. WOW PAS EMPAT HARI. WOW JADI JUGA NIH PERGI JAUH NGGAK PAKAI HELM.

Malam sebelum berangkat, saya sama Rosi malah ribut di grup perkara packing. Rosi mulai ribut dari pakai tas ransel sama tas jinjing sampai akhirnya pakai koper. Saya yang tadinya mengira bakalan cukup pakai ransel aja ternyata khilaf bawa beban hidup baju kebanyakan demi konten. Padahal itu udah jelang tengah malem. Sementara pekerjaan saya belum beres.

Ya gitu deh, sebelum akhirnya melakukan perjalanan saya harus kerja dulu menyiapkan segala macam konten selama libur empat hari. Setelah dijalani, kok ternyata nggak selesai-selesai pekerjaan saya. Bahkan sampai lima jam sebelum berangkat alias jam dua pagi saya masih menyelesaikan pekerjaan.

Lebih memilih pekerjaan, akibatnya saya justru mengabaikan persiapan buat traveling. Padahal ini kan perjalanan jauh dan saya akan naik kereta ekonomi 13 jam lamanya.

HADEEEEEEEH EMANG HOBI BANGET NYIKSA DIRI SENDIRI.

Tidur di atas jam dua pagi sementara kereta Sri Tanjung berangkat jam tujuh pagi itu bikin deg-degan. Khawatir banget kalau kesiangan. Kan nggak lucu kalau gagal piknik gara-gara ketinggalan kereta.

Hasilnya di malam hari menuju pagi itu tidur saya nggak nyenyak. Saya cuma berusaha merem-merem aja sampai subuh biar nggak pusing. Jam lima saya bangun dan segera bersiap-siap.

Hmmm... Tapi kok perasaan saya udah bangun pagi banget ujung-ujungnya tetep sampai stasiun 15 menit sebelum kereta berangkat.

Karena buru-buru dan kebiasaan naik kereta ke arah barat, pagi itu dengan langkah kaki cepat saya langsung belok kiri cari gerbong tiga. Yakin banget nggak ada ragu-ragunya sama sekali. Pas ngitung seat, ada seorang bapak yang udah posisi enak di kursi yang saya pesan. Nggak ada firasat apa-apa tuh, sampai....

"Eh, ini gerbong lima!," teriak Rosi.

Saya sama Difara auto nengok ke bagian pintu dan ternyata memang salah gerbong, pemirsa.

"OH IYA!"

Terus kami langsung pakai jurus seribu langkah, buru-buru banget ke gerbong tiga. Sebenernya ngapain buru-buru sih padahal waktunya masih 5-10 menit. Ahelah.

Setelah langkah cepat dan angkat-angkat tas, akhirnya kami bertiga bernapas lega. Duduk dan akhirnya baru bisa senyum-senyum.

Pas udah tenang saya baru sadar kalau saya, Difara, dan Rosi terakhir main bareng sekitar tahun 2016. Sejak saat itu kami belum pernah nongkrong bertiga lagi. Kalau sama Difara sih selama setahun terakhir sempet ketemu dua kali.

Gokil sih, nggak pernah main bareng dan komunikasi paling-paling cuma komen-komenan di media sosial tau-tau kita nge-trip bareng.

Awalnya mikir bisa jadi kami bakalan canggung karena nggak pernah main bareng lagi dalam waktu lama dan saya mungkin bakalan tidur aja apalagi semalam begadang. Ternyata nggak. Kami menghabiskan tiga jam buat ngobrol dan saya baru tidur sekitar jam sembilan pagi. Bangun-bangun udah sekitar jam setengah sebelas dan perut saya mulai laper. Akhirnya saya makan dulu, ngobrol bentar, tidur lagi sampai sekitar jam satu siang pas kereta berhenti di Surabaya.



Oh iya, selama di perjalanan tuh saya selalu cek rute Kereta Api Sri Tanjung. Karena ini perjalanan pertama ke Banyuwangi, saya nggak mau ketinggalan apa pun termasuk stasiun-stasiun di mana kereta berhenti dan lama waktunya. Dan waktu berhenti di Surabaya yang ternyata sekitar 20 menit dimanfaatkan buat ngelemesin kaki dan menghirup udara dulu. Setelah jalan-jalan saya jadi seger dan kayanya baru tidur lagi sekitar jam empat sore. Bangun-bangun udah masuk waktu maghrib.

YA AMPUN 2,5 JAM LAGI SAMPAI. 13 JAM ITU TIDAK TERASA. Padahal saya udah siapin sembilan episode drama Korea untuk membunuh waktu. Ternyata satu episode aja nggak kelar. Hadeh.

Udah tuh nggak tidur lagi karena happy banget udah mau nyampe. Dan tepat pukul 20.34, kita sampai di Stasiun Karang Asem.

YA ALLAH ALHAMDULILLAH.....



Saat itu, saya berada sekitar 568 KM dari kota saya tinggal. Seharusnya saya nggak mikirin semua yang tertinggal di 568 KM. Seharusnya saya nggak melihat apa pun yang ada di jarak 568 KM sana.

Harusnya.

Bersambung ke Banyuwangi Part 2

Komentar