Saya selalu suka bercerita pada orang-orang yang berlalu lalang mengenai pertemuan pertama saya dengan dia. Tidak lupa saya memberi tahu pakaian yang dikenakannya, serta kalimat yang terlontar pertama kali terucap dari bibirnya. Saya selalu jatuh cinta pada pertemuan pertama kami.
I
Dia adalah matahari pukul empat yang membangunkan saya secara tepat. Cahayanya begitu menyilaukan mata tetapi tidak menyakiti. Dia membangunkan tanpa memaki seperti alarm yang setiap pagi menimbulkan kegaduhan. Lagipula, saya tidak mau orang lain melihatnya lebih dulu. Dan saya menyambutnya dengan senyuman, tidak lagi dengan menggerutu pada daun pintu kamar kos yang tak bersalah setiap alarm berhasil memenangkan pagi.
II
Dia adalah warna hijau yang melengkapi biru dalam dunia saya. Biru secara konstan menawarkan kebahagiaan, hingga kemudian datanglah dia memberi ketenangan dengan hijaunya. Dia memberi warna lain dalam hidup saya.
III
Dia adalah sudut pandang baru yang menyenangkan. Dia mampu memberi candu-candu yang menjerat hari demi hari. Sejak pertemuan itu, saya mengenali semesta melalui sudut pandang baru; sudut pandangnya. Meski melihat dunia melalui kacamatanya, saya masih tetap menjadi diri sendiri. Sejujurnya, saya menemukan kepingan diri saya yang lain.
IV
Dia adalah laki-laki yang jaraknya sudah berkilo-kilo jauhnya dari tempat saya berpijak. Saya terus melakukan pergerakan-pergerakan untuk menyusulnya. Dia membuat saya terus berjalan karena tidak mau semakin jauh dari posisinya. Barangkali, dia adalah garis finish yang terus berpindah. Menuntun saya terus berkembang hingga akhirnya saya akan terbang.
V
Saya dan dia bukanlah ibarat bumi dan langit. Saya hanya masih berpijak di bumi dan dia sudah sedikit lebih dekat dengan langit. Dia sudah lama gemar mendaki, saya baru saja menyukai mendaki. Wajar saja dia sudah nyaris menyentuh langit dan saya masih harus berjuang menuju atas. Semoga saya dan dia bertemu di puncak yang sama.
Komentar
Posting Komentar